Senin, 25 November 2013

HADITS DI MATA ORIENTALIS



HADITS DI MATA ORIENTALIS
Sejarah Orientalis
Pada awalnya, orientalisme adalah salah satu kajian keilmuan yang tergabung di dalam ilmu Antropologi. Ia memiliki tujuan yang sama dengan ilmu induknya tersebut yaitu untuk mempelajari kebudayaan lain agar bisa menemukan kebudayaan terbaik yang bisa dijadikan pilot project bagi kebudayaan seluruh dunia[1].
Pada perkembangan lebih lanjut, antropologi kemudian berubah menjadi sebuah kajian keilmuan dari sebuah bangsa Eshtablished terhadap kebudayaan yang outsiders. Karena masyarakat merasa mereka lebih berbudaya daripada masyarakat oriental (timur), baik itu timur jauh, timur tengah, timur selatan. Kajian tersebut meliputi berbagai hal, budaya, adat, norma dan juga agama-agama masyarakat timur.
Dalam bukunya, Orientalism, Edward said mengatakan bahwa kegiatan yang dilakukan oleh para orientalis dalam meneliti agama Islam, khususnya hadits, bukanlah pekerjaan yang non profit oriented[2]. Mereka memiliki tujuan tertentu dengan meneliti agama Islam sedemikian rupa. Tujuan itu antara lain adalah mencari kelemahan Islam dan kemudian mencoba menghancurkannya pelan-pelan dari dalam[3]. Walaupun tidak semua orientalis memiliki tujuan seperti itu paling tidak itu adalah sebuah anomali dari sekelompok orang yang boleh dikata memiliki persentase sangat kecilI[4].
Hal inilah yang menjadi alasan bagi Hasan hanafi cs untuk membalas perlakuan mereka dengan giliran balik menyerang kebudayaan barat dengan cara mempelajarinya dan kemudian juga dengan cara yang sistematis mencoba menggerogotinya dari dalam[5].
Mereka memilih hadits dalam upayanya untuk menyerang umat Islam karena kedudukan hadits yang sangat penting dalam kehidupan kaum muslim. Hadits adalah sumber hukum kedua setelah al Quran sekaligus juga sebagai penjelas dari al Quran itu sendiri[6]. Mereka lebih memilih menyerang hadits ketimbang al Quran, karena hadits hanyalah perkataan manusia yang bisa saja mengandung kesalahan dan unsur-unsur negatif lainnya. Mereka sulit untuk mencoba mendistorsikan al-Quran karena al-Quran adalah sumber transendental dari tuhan yang telah terjamin dari semua unsur negatif[7].
Persepsi Orientalis Terhadap Hadist
Ada tiga hal yang sering dikemukakan orientalis dalam penelitian mereka terhadap al Hadits, yaitu tentang para perawi hadits, kepribadian Nabi Muhammad SAW, metode pengklasifikasian hadits.
Pertama, Para orientalis sering mempertanyakan tentang para perawi yang banyak meriwayatkan hadits dari rasulullah. Seperti yang kita ketahui bersama para sahabat yang terkenal sebagai perawi bukanlah para sahabat yang yang banyak menghabiskan waktunya bersama rasullah seperti Abu bakar, Umar, Usman dan Ali. Namun yang banyak meriwayatkan hadits adalah sahabat-sahabat junior dalam artian karena mereka adalah orang “baru” dalam kehidupan rasulullah. Dalam daftar sahabat yang banyak meriwayatkan hadits tempat teratas diduduki oleh sahabat yang hanya paling lama 10 tahun berkumpul dengan Nabi, seperti Abu hurairah, Sayyidah Aisyah, Anas bin malik, Abdullah ibn Umar dll. Abu Hurairah selama masa 3 tahun dia berkumpul dengan Nabi telah berhasil meriwayatkan lebih dari 5800 hadits, Sayyidah Aisyah mengumpulkan lebih dari 3000 hadits dan demikian juga dengan Abdullah ibn Umar, Anas. Suatu jumlah yang fantastis yang sangat jauh dengan jumlah hadits yang diriwayatkan oleh para khulafaur rasyidin yang kalau digabung bahkan tak mencapai 3500 hadits.
Kritikan para orientalis banyak ditujukan kepada Abu hurairah dan Sayyidah Aisyah, dua sahabat periwayat hadits paling banyak[8]. Abu Hurairah dikecam karena pertentangannya dengan para sahabat mengenai kesalahannya dalam periwayatan hadits, seperti yang diutarakan oleh Abu bakar :
“Kalau saja saya mau, saya bisa menceritakan semua hal yang pernah saya ketahui bersumber dari rasulullah dan berita dari sahabat yang lain tentang diri beliau, mungkin ini akan menghabiskan waktu berhari-hari, namun saya takut apa-apa yang saya sampaikan nantinya tidak sesuai dengan apa yang sebenarnya terjadi, tapi entah kenapa orang itu (Abu hurairah) tiada berhenti bercerita tentang nabi seakan-akan dia mengetahui segala hal tentang Nabi[9].”
Riwayat lain juga menyebutkan komentar Sayyidina Umar ibn khatab tentang Abu hurairah,
"pembohong terbesar diantara perawi hadits adalah Abu hurairah dan aku akan memenjarakannya bila dia tidak berhenti meriwayatkan hadits"[10].
Kritikan tidak kalah tajamnya juga diterima oleh Sayyidah Aisyah, pertempurannya dengan Sayyidina Ali dalam perang jamal, adalah sebuah bukti nyata bagi umat islam untuk mempertanyakan sifat adil adalah yang dimiliki beliau, karena bagaimana mungkin seseorang yang melakukan tindakan bughat terhadap khalifah yang terpilih secara sah masih bisa disebut dengan adil, dan kalau sudah tidak adil apakah hadits-haditsnya masih layak pakai.
Kedua, Tidak cukup dengan menyerang para perawi hadits, kepribadian Nabi Muhammad juga perlu dipertanyakan. Mereka membagi status nabi menjadi tiga sebagai rasul, kepala negara, dan pribadi biasa sebagaimana orang kebanyakan. Bahwa selama ini hadits dikenal sebagai segala sesuatu yang dinisbatkan kepada Nabi Muhammad baik perbuatan, perkataan dan ketetapan beliau juga perlu direkontruksi ulang. Sesuatu yang berdasarkan dari Nabi baru disebut hadits jika sesuatu tersebut berkaitan dengan hal-hal praktis keagamaan, karena jika tidak hal itu tidak layak untuk disebut dengan hadits, karena bisa saja hal itu hanya timbul dari status lain seorang Muhammad[11].
Ketiga, Sejarah penulisan hadits juga tidak lepas dari kritikan mereka. Penulisan hadits yang baru dilakukan beberapa dekade setelah Nabi Muhammad wafat juga perlu mendapat perhatian khusus[12]. Hal itu, lanjut mereka, membuka peluang terhadap kesalahan dalam penyampaian hadits secara verbal, sebagaimana yang dikatakan oleh Montgomery watt, salah seorang orientalis ternama saat ini :
           "Semua perkataan dan perbuatan Muhammad tidak pernah terdokumentasikan dalam bentuk tulisan semasa Ia hidup atau sepeninggalnya. Pastinya hal tersebut disampaikan secara lisan ke lisan, setidak-tidaknya pada awal mulanya. Hal itu diakui ataupun tidak sedikit banyak akan mengakibatkan distorsi makna, seperti halnya dalam permainan telpon-telponan anak kecil".

Kritik Atas Persepsi Orientalisme

Manfaat Dari Orientalisme tentang Metodologi Kajian
Seperti dinyatakan Lutfi Asy-aukaniTerlalu banyak manfaat yang bisa diambil dari khazanah orientalisme. Studi mereka tentang Qur’an, Hadis, dan sejarah Nabi merupakan bekal yang sangat berharga bagi kita untuk mengungkapkan misteri masa-masa awal sejarah Islam. Dengan metodologi dan standar akademi yang ketat, para ahli Islam dari Barat itu menggali hal-hal yang kerap diabaikan kaum muslim. Lebih lanjut ia mengatakan “Studi mereka tentang sejarah Alquran misalnya, sangat padat dan kaya dengan rujukan sumber-sumber Islam klasik. Penguasaan mereka akan bahasa Arab dan peradaban Mediterania membantu kita dalam mengeksplorasi hal-hal yang selama ini tercecer dalam tumpukan kitab-kitab klasik. Dengan bantuan para orientalis, kita dapat melihat secara lebih komprehensif lagi sejarah pembentukan Alquran.”
Hal diatas adalah sebagian dari pemikiran Orientalis tentang Islam, lebih spesifik lagi tentang hadits. Hal itu sedikit banyak bisa memberikan pemahaman dan wacana baru bagi kita agar kita bisa melihat hadits, sesuatu hal berharga yang kita punyai tidak hanya dengan pandangan dan penilaian kita tapi juga dengan sisi pandang orang lain, yang boleh jadi akan lebih objektif dari kita. kita harus berterima kasih kepada mereka karena telah meneliti kehidupan kita, sehingga kita bisa mengambil hasil penelitian mereka sebagai bahan koreksi dan pembelajaran bersama, terlepas dari niat-niat buruk dari sebagian mereka.





[1] Lihat Islamia
[2] Edward Said, Orientalisme,
[3] Sejak Edward Said melakukan serangan terhadap orientalisme, studi kritis tentang sejarah pembentukan Islam menjadi sebuah anatema (sesuatu yang kurang disukai). Sarjana muslim yang hendak melakukan studi kritis terhadap Alquran, atau Hadis, atau sejarah Nabi Muhammad, akan ragu, karena mereka khawatir disamakan dengan para orientalis yang memang memiliki citra sangat buruk di dunia Islam.
[4]Melihat dari sisi ini, saya kira cukup tepat juga kalau dibedakan antara orang orientalis dan Islamog. Seorang Islamog walaupun dalam kesimpulan-kesimpulan yang dihasilkan dari kajian-kajiannya hampir banyak bertentangan dengan anggapan-anggapan mayoritas kaum muslim, namun semangat mereka dalam melakukan penelitian dan penelahaannya terhadap sumber-sumber islam murni semangat intelektual. Salah seorang islamog terkemuka pada saat ini bernama Luxemberg.  Dalam  kesimpulannya mengenai bahasa yang dipergunakan Al-Qura’n, ia menyatakan bahwa bahasa yang dipergunakan Al-Quran adalah bahasa yang dipergunakan masyarakat pada saat al-Quran turun. Hal ini bisa buktikan dengan melacak pada beberapa dokumen kaum Qurais yang dipergunakan. Tentu saja kesimpulan ini bertolak belakang dengan mayoritas kaum muslim yang meyakini bahwa bahasa yang dipergunakan al-Qura’n adalah bahasa tuhan. Ini dinyatakan dalam al-qur’an sendiri, Q.S.. “kami turunkan alquran dengan bahasa arab”   
[5] Kata  Hasan Hanafi, Oksientalisme
[6] Lihat,
[7] Q.S. 27-11 menyatakan “ kami menurunkan alquran dan kami pula yang menjaganya”. 
[8] Biodata Abu  Hurairah
[9] HR.
[10] HR.
[11] Memang tak dapat dipungkiri bahwa dalam perjalanan Kerasulan, nabi Muhammad kerapkali melakukan kesalahan. Salah satu contoh adalah ketika turunnya surat surat al-Anfal. Namun demikian, ia kemudian ditegor tuhan dan dijelaskan kebenarannya. Dengan kata lain nabi Muhammad luruskan menjadi benar oleh tuhan. Pada kejadian lain, tepatnya pada saat perang Badar, muhammad ditanya oleh Ummar apakah keputusan nabi menempatkan barisan disalah satu gunung adalah keputusannya sendiri atau keputusan tuhan. Nabi menjawab bahwa itu keputusan dia sendiri. Umar memberikan komentar bahwa keputusannya itu salah. Setelah nabi mendengar ini ia kemudian mengubah penempatan pasukannnya di gunung lainnya yang lebi dekat dengan sumber mata air sesuai nasihat Umar. 
[12] Pengklasifikasian Hadist dimulai pada abad ketiga pada zaman dinasti Umayah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar